Jelaskan Pancasila sebagai sistem epistemologi

 Landasan Epistemologis Pancasila


Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:


a. Tentang sumber pengetahuan manusia;


b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;


c. Tentang watak pengetahuan manusia.


Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.


Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.


Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.


Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.


Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.


Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk pyramidal.


Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.


Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.


Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:


1) Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.


2) Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.


3) Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khhusus konkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36-40)


Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.


Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.


Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkankebenaran yang tinggi.


Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.


Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

. Epistemologi adalah

cabang filsafat pengetahuan yang membahas tentang sifat dasar

pengetahuan, kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan (Bahm,

1995: 5). Epistemologi terkait dengan pengetahuan yang bersifat sui generis,

berhubungan dengan sesuatu yang paling sederhana dan paling mendasar

(Hardono Hadi, 1994: 23). Littlejohn and Foss menyatakan bahwa

epistemologi merupakan cabang filosofi yang mempelajari pengetahuan atau

bagaimana orang-orang dapat mengetahui tentang sesuatu atau apa-apa

yang mereka ketahui. Mereka mengemukakan beberapa persoalan paling

umum dalam epistemologi sebagai berikut: (1) pada tingkatan apa

pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman? (2) pada tingkatan apa

pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti? (Littlejohn and Foss, 2008:

24).

Problem pertama tentang cara mengetahui itu ada dua pendapat yang

berkembang dan saling berseberangan dalam wacana epistemologi, yaitu rasionalisme dan empirisisme. Kaum rasionalis berpandangan bahwa akal

merupakan satu-satunya sarana dan sumber dalam memperoleh

pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a priori. Empirisisme

berpandangan bahwa pengalaman inderawi (empiris) merupakan sarana dan

sumber pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a posteriori. Pancasila

sebagaimana yang sering dikatakan Soekarno, merupakan pengetahuan yang

sudah tertanam dalam pengalaman kehidupan rakyat Indonesia sehingga

Soekarno hanya menggali dari bumi pertiwi Indonesia. Namun, pengetahuan

dapat muncul sebelum pengalaman, dalam kehidupan bangsa Indonesia,

yakni ketika menetapkan Pancasila sebagai dasar negara untuk mengatasi

pluralitas etnis, religi, dan budaya. Pancasila diyakini mampu mengatasi

keberagaman tersebut sehingga hal tersebut mencerminkan tingkatan

pengetahuan yang dinamakan a priori.

Problem kedua tentang pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi

sesuatu yang pasti berkembang menjadi dua pandangan, yaitu pengetahuan

yang mutlak dan pengetahuan yang relatif. Pancasila dapat dikatakan sebagai

pengetahuan yang mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam

hakikat sila-silanya, yaitu Tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme),

rakyat, dan adil dapat berlaku di mana saja dan bagi siapa saja. Notonagoro

menamakannya dengan istilah Pancasila abstrak-umum universal. Pada

posisi yang lain, sifat relatif pengetahuan tentang Pancasila sebagai bentuk

pengamalan dalam kehidupan individu rakyat Indonesia memungkinkan

pemahaman yang beragam, meskipun roh atau semangat universalitasnya

tetap ada. Notonagoro menyebutnya dengan pelaksanaan Pancasila umum

kolektif dan singular konkrit. (Bakry, 1994: 45).

Landasan epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila digali dari

pengalaman (empiris) bangsa Indonesia, kemudian disintesiskan menjadi

sebuah pandangan yang komprehensif tentang kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Penjabaran sila-sila Pancasila secara

epistemologis dapat diuraikan sebagai berikut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

digali dari pengalaman kehidupan beragama bangsa Indonesia sejak dahulu

sampai sekarang. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab digali dari

pengalaman atas kesadaran masyarakat yang ditindas oleh penjajahan

selama berabad-abad. Oleh karena itu, dalam alinea pertama Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan

bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan Sila Persatuan Indonesia digali dari pengalaman atas kesadaran bahwa 

keterpecahbelahan yang dilakukan penjajah kolonialisme Belanda melalui 

politik Devide et Impera menimbulkan konflik antarmasyarakat Indonesia. Sila 

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam 

Permusyawaratan/Perwakilan digali dari budaya bangsa Indonesia yang 

sudah mengenal secara turun temurun pengambilan keputusan berdasarkan 

semangat musyawarah untuk mufakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau 

mengenal peribahasa yang berbunyi ”Bulek aie dek pambuluh, bulek kato dek 

mufakat”, bulat air di dalam bambu, bulat kata dalam permufakatan. Sila 

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia digali dari prinsip-prinsip yang 

berkembang dalam masyarakat Indonesia yang tercermin dalam sikap gotong 

royong.perikemanusiaankemanusiaan dan perikeadilan.

Komentar

Popular

penemuan drone Asing di Indonesia || di duga milik cina

Apakah itu vaksin

kromosom